keseriusan pemerintah untuk menegakkan kembali wibawa hukum yang sudah terkoyak.

keseriusan pemerintah untuk menegakkan kembali wibawa hukum yang sudah terkoyak.

keseriusan pemerintah untuk menegakkan kembali wibawa hukum yang sudah terkoyak.

pembaca budiman postingan kali ini membahas tentang

Kewibawaan hukum negara kita perlu pembenahan serius. Pemerintahan presiden-wakil presiden terpilih Joko Widodo- Jusuf Kalla harus meletakkan penegakan wibawa hukum ini pada prioritas pertama dalam agendanya. Jika tidak segera dipulihkan, kepercayaan masyarakat kita terhadap wibawa hukum yang sudah tipis akan semakin tergerus.

Demikian juga kepercayaan negara lain atas kewibawaan hukum kita yang juga masih memprihatinkan. Salah satu tandanya adalah masih leluasanya buron terpidana 15 tahun megaskandal Bank Century Rafat A Rizvi menjalankan bisnis di negaranya, Inggris.

Pemegang saham utama Bank Century yang sudah divonis bersalah in absentia oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 16 Desember 2010 itu kini sedang melakukan pembelian klub sepak bola Skotlandia Rangers. Orang yang masuk daftar pencarian Interpol ini pun seperti tidak menghiraukan putusan pengadilan Indonesia. Bisa jadi Rafat sudah paham benar vonis PN Jakarta Pusat itu tidak mungkin bisa menjangkaunya karena Indonesia dan Inggris tidak memiliki perjanjian ekstradisi.

Maka upaya apa pun yang dilakukan kepolisian maupun kejaksaan untuk mengejar dan menangkap buron kakap ini akan membentur tembok kokoh yang sulit ditembus dengan upaya-upaya biasa. Kejaksaan Agung dan pemerintahan SBY melalui Kementerian Hukum dan HAM mengaku sudah melakukan upaya maksimal untuk mengeksekusi Rafat. Tapi sejauh ini hasilnya masih nihil.

Percayakah masyarakat atas klaim pemerintah itu? Sulit untuk mengukur sejauh mana keseriusan itu dilakukan. Tapi orang awam masih yakin jika ada usaha yang lebih serius, apa pun bisa dilakukan. Apalagi selama ini hubungan Indonesia-Inggris relatif kondusif sehingga peluang untuk memenjarakan Rafat di Indonesia sebagai bukti kewibawaan hukum negara masih terbuka.

Isu perjanjian ekstradisi bukanlah hal baru dalam hubungan antarnegara. Indonesia-Singapura, misalnya, sudah bertahun-tahun melakukan pembicaraan ini, tapi sejauh ini belum ada kata sepakat di antara keduanya. Padahal perjanjian ini sangat penting untuk menegakkan wibawa hukum Indonesia. Proses menuju kesepakatan dalam perjanjian ekstradisi memang bukan hal mudah, tetapi juga bukan hal yang mustahil dilakukan.

Dalam bahasa lain tergantung political will pemerintah dalam hal ini presiden. Jika kepala negara kita berhasil melobi dan meyakinkan penguasa Inggris akan pentingnya penegakan hukum terhadap Rafat pasti akan ada titik temu.

Terobosan politik dan hokum itu harus dilakukan secara simultan dengan upaya-upaya resmi lain sehingga bisa saling memperkuat. Sekuat apa pun Kejaksaan Agung, kepolisian maupun Kementerian Hukum dan HAM berteriak, jika pimpinan tertinggi negara ini diam, akan sulit menyeret Rafat. Kegagalan menegakkan hukum terhadap terpidana kasus Bank Century Rafat A Rizvi ini akan mempertebal kabut yang menyelimuti megaskandal yang telah menyeret sejumlah pejabat penting di negeri ini.

Ini sekaligus mengonfirmasi banyaknya kepentingan elite yang melingkupi penuntasan skandal besar ini. Publik kini berharap pada kesungguhan pemerintahan Jokowi-JK untuk mengembalikan wibawa hukum kita di mata masyarakat maupun negara lain. Tolok ukurnya adalah sejauh mana Jokowi menunjuk pembantunya dari kalangan profesional yang paham persoalan dan mau bekerja keras untuk mengembalikan kewibawaan hukum kita.


Liputan6.com, Jakarta - 
keseriusan-pemerintah-untuk-menegakkan-kembali-wibawa-hukum-yang-sudah-terkoyak.Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly melantik Tim Sapu Bersih (Saber) Pemberantasan Pungutan Liar (Pungli).
Tim Saber ini diketuai oleh Inspektur Jenderal Kemenkumham, Aidir Amin Daud.

Menurut Aidir, para anggotanya juga ditarik dari pejabat tinggi di lingkungan Kemenkumham.‎ Di antaranya Direktur Jenderal Pemasyarakatan (PAS) I Wayan Dusak dan Dirjen Imigrasi Ronnie F Sompie.
"Lalu ada Dirjen Kekayaan Intelektual (KI), Dirjen Administrasi Hukum Umum (AHU). Pak Menteri sebagai penanggung jawab," ucap Aidir‎ usai pelantikan di Kemenkumham, Jakarta, Senin (7/11/2016).

Aidir menjelaskan, Tim Saber Pungli ini dibentuk untuk memberantas pelayanan publik di lingkungan Kemenkumham. Tim Saber Pungli ini pun resmi bekerja mulai hari ini‎.

"Karena di situ ada pelayanan publik. Karena pungli itu terjadi di layanan publik, bukan di mana-mana. Kita pun langsung bekerja hari ini," ujar dia.

Aidir menambahkan, pelayanan publik di lingkungan Kemenkumham ada di sejumlah sektor. Mulai dari pembesukan di lapas sampai pengurusan paspor. Dia tak memungkiri, masih ada oknum di sektor-sektor itu yang memungut biaya tak resmi dalam melayani masyarakat.

"Itu yang mau diselesaikan. Sudah diimbau baik dirjennya atau lainnya. Kita setiap saat mengimbau," kata Aidir.

Aidir menjelaskan, sebagaimana instruksi Menkumham, pihaknya akan menindak tegas oknum-oknum nakal yang masih melakukan pungli dalam pelayanannya. Bahkan Kemenkumham tak segan memberi sanksi jika kepada oknum-oknu‎m nakal itu.

‎"Pak Menteri sudah bilang akan ditindak tegas, akan dilakukan pemecatan jika tertangkap. Tapi tentu ada tahapannya. Mungkin ada yang langsung dipecat, mungkin diberi hukuman disiplin. Jadi kita ingatkan lagi, bahwa ini sudah tidak ada toleransi dari kita," ujar Aidir.

Adapun, masyarakat yang merasa ditarik pungli oleh oknum di berbagai sektor pelayan‎an lingkungan Kemenkumham bisa langsung melaporkan. Berikut nomor pelayanan masyarakat untuk pengaduan pungli unit Kemenkumham.

Menkumham 08111377801, Sekretaris Jendreral Kemenkumham 08111377802, Inspektur Jendral Kemenkumham, 08111377803, Dirjen Pemasyarakatan 08111377804, Dirjen Administrasi Hukum Umum 08111377805, Dirjen Kekayaan Intelektual 08111377806, dan Dirjen Imigrasi 08111804700.

"Kita jamin kerahasiaan identitas pelapor‎. Kalau dia tidak mau disebut nama kita juga perhatikan itu," ujar Aidir.
Terima Kasih Anda sudah membaca http://ogibicara.blogspot.co.id keseriusan pemerintah untuk menegakkan kembali wibawa hukum yang sudah terkoyak.