Negeriku Indonesia { Belawa} : Sejarah, Ikon dan kebersahajaan di daerah pinggiran danau Tempe

Negeriku Indonesia { Belawa}  : Sejarah, Ikon dan kebersahajaan di daerah pinggiran danau Tempe Belawa, Wajo

 
Negeriku Indonesia { Belawa}  : Sejarah, Ikon dan kebersahajaan di daerah pinggiran danau Tempe
Negeriku Indonesia { Belawa}  : Sejarah, Ikon dan kebersahajaan di daerah pinggiran danau Tempe
Belawa adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Wajo, Provinsi Sulawesi Selatan, Indonesia 
Kecamatan ini terdiri dari beberapa desa, antara lain:
•    Desa Wele•    Desa Sappae•    Kelurahan Macero•    Kelurahan Malakke•    Kelurahan Belawa•    Desa Limporilau•    Desa Ongko•    Desa Leppangeng•    Desa Lautang
Sejarah atau asal usul penamaan nama Belawa sampai saat ini masih banyak versi termasuk berasal dari pohon Belawa serta Aliran Ba Alawiyah yg pada akhirnya menjadi Belawa, Aliran ini dibawa oleh salah satu keturunan langsung Nabi Muhammad SAW serta kakek beberapa Wali di Jawa yg bernama Syeh Jamaluddin Al Akbar Al Husaini.
Bagaimanapun sejarah Belawa, penduduk Belawa sangat dikenal sebagai Perantau dan Agamis
Tokoh legenda
•    Wa' Becce - Lahir di limpomadjang] (Gelar : Calabai Belawa, Bolong Mangongona Kute, Menjadi Raja Kutai petama pada Abad ke IV Masehi dengan gelar Mulawarman)
•    Syekh Sagena - Lahir di Limpomadjang (Tokoh penyiar Islam tahun 1010 Masehi)
•    Worane Pitue (7 Bersaudara) - Lahir di Dusun Tancung Purai, Desa Limporilau, (Penakluk Kerajaan Sailong - Bone, pada tahun 1674)
•    I Maddaung Lolobua - Lahir di Bastem - Tokoh penganut animisme abad ke 19 yang menyebar paham animisme di Amparita Sidrap dan menjadi Tokoh Masyarakat adat Danau Tempe yang berpusat di Dusun Tancung Purai
Tokoh masyarakat
•    KH. Yunus Martan
•    KH. Abdul Malik
•    KH. Rafii Yunus Martan
Putra daerah
•    Prof. Dr. Dahlan Patong, Guru besar kedokteran Universitas Hasanuddin
•    Letjen TNI Eteng Amin, Mantan Wakil Gubernur Sulawesi Selatan
•    Jend Polisi Chaeruddin Ismail, Mantan Kapolri
•    Alie Rachman Djohan, Tokoh Pemuda
•    Yadi C. Anggara, Seniman, Pengusaha
•    Naeing Tadjang, Pengusaha
•    Zaenal Bintang, Fungsionaris Partai Golkar
•    Zain Usain, Pengusaha (PIPOSS)
•    H. Ambo Djetta, Guru besar International Balck Fanter - Indonesia
•    Daeng Mapparessa, Tokoh Masyarakat adat Danau tempe
•    Daeng Mattemmu, Tokoh Masyarakat adat Danau Tempe
•    Daeng Patompo, Tokoh Masyarakat Balawa yang menjadi peletak dasar batas wilayah Kabupaten Wajo dengan Kabupaten Sidrap
•    Padu Tang, Meditor pertemuan Danrem 142 TATAG, Kol. A. M. Yusuf dengan Tokoh DI/TII, Kahar Muzakkar sehingga berlangsung komferensi bone Pute dan menjadi akhir pemberontakan DI/ TII di Sulawesi Selatan
- H. ANWAR SADAT KH. Abdul Malik anggota DPRD SULSEL

ICON MASJID DARUSSALAM 

Negeriku Indonesia { Belawa}  : Sejarah, Ikon dan kebersahajaan di daerah pinggiran danau Tempe
Negeriku Indonesia { Belawa}  : Sejarah, Ikon dan kebersahajaan di daerah pinggiran danau Tempe

Negeriku Indonesia { Belawa}  : Sejarah, Ikon dan kebersahajaan di daerah pinggiran danau Tempe
Negeriku Indonesia { Belawa}  : Sejarah, Ikon dan kebersahajaan di daerah pinggiran danau Tempe

Selain itu, juga terdapat salah satu masjid yang menjadi ikon wisata religi di Kabupaten Wajo, yakni Masjid Darussalam. Masjid yang terletak di Kecamatan Belawa yang dibangun sejak 1947 atas gagasan Anre Gurutta (Maha Guru) Kyai Haji Martan bersama masyarakat itu sejak dulu sudah menjadi salah satu destinasi wisata religi karena keindahan arsitekturnya. Masjid berlantai dua tersebut memiliki lima kubah dan diapit dua menara di sisi depan dengan arsitektur yang merupakan penggabungan antara Arab dan Bugis. "Umumnya, memasuki malam ke-15 Ramadhan Masjid Darussalam akan ramai dikunjungi oleh masyarakat dari berbagai daerah. Tak hanya dari kecamatan lain yang ada di Kabupaten Wajo, beberapa jamaah juga berasal dari luar kabupaten, seperti Sidrap, Soppeng, Bone dan Enrekang," ujar Haji Abdul Jalil, penasehat Masjid Besar Darussalam Belawa yang juga sesepuh masyarakat Kecamatan Belawa kepada penulis, beberapa waktu lalu. Selain itu, kata dia, beberapa perantau asal Belawa yang bermukim di luar Sulawesi Selatan juga kerap kali memanfaatkan momen Ramadhan untuk berkunjung ke masjid tersebut. "Kebiasaan ini sudah menjadi tradisi masyarakat. Sejak malam ke-15 Ramadhan hingga malam terakhir Ramadhan, masjid tak pernah sepi oleh jamaah dari luar daerah," imbuh Jalil. Sisi lain yang membuat Masjid Darussalam menjadi salah satu destinasi wisata religi selama Ramadhan, terkait kultur tradisional religius yang menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat luar untuk menunaikan shalat tarawih. Salah satunya, keberadaan makam yang diyakini sebagai ibunda Syech Tosagenae, yang juga terdapat di Kecamatan Belawa. Konon, sosok Syech Tosagenae merupakan putra asli Belawa yang memutuskan melancong ke Arab Saudi untuk menuntut ilmu sejak beranjak remaja dan meninggal di tanah suci sebelum sempat pulang ke Belawa. "Banyak jamaah yang juga menyempatkan berziarah ke makam Ibunda Syech Tosagenae sebelum berbuka puasa. Makanya, ada juga yang menyebut Belawa dengan penyebutan Bumi Tosagenae," tutur Abdul Jalil.


Kibarbelawa.com-Jika anda menyukai wisata religi,mengunjungi Masjid Besar Darussalam dapat menjadi tujuan alternatif wisata anda. Masjid terbesar di Kecamatan Belawa Kabupaten Wajo ini terletak sekitar 50 kilometer arah barat dari Kota Sengkang. Masjid ini memiliki kekhasan sehingga setiap tahunnya ramai didatangi pengunjung dari luar kabupaten dan kota terutama pada Bulan Suci Ramadhan dan puncaknya pada malam 17 Ramadhan (Malam Nuzul Quraan),hari raya idul fitri dan idul adha.Salah satu kekhasannya adalah konon jika jamaah shalat dan berdoa di dekat mimbar masjid maka Insya Allah doa tersebut terkabul.
Menurut infomasi dari masyarakat, dahulu  sewaktu dibangun mesjid ini tidak memiliki rancang bangun seperti layaknya bangunan-bangunan besar lainnya.sehingga material-material seperti balok kayu yang akan dipasang ada yang tidak sesuai dengan ukuran. Nah jika hal semacam  itu terjadi misalnya kayunya kependekan bukannya disambung akan tetapi oleh tukang kayu yang mengerjakan, balok-balok kayu tersebut hanya dibungkus kain putih dan esok harinya semua balok kayu dapat terpasang dengan sempurna.Bahkan campuran bahan bangunan masjid ini tidak  menggunakan semen sebagai zat perekat melainkan menggunakan batu bata yang ditumbuk halus dan dicampur air.
Keunikan lainnya adalah pada areal samping kanan mesjid tersebut terdapat sumur tua yang dahulu ditempati para jamaah untuk mengambil air wudhu. Sumur tersebut menurut informasi  dari mulut ke mulut yang berkembang ternyata merupakan sumur sakti yang dipercaya airnya memiliki kekuatan gaib sehingga tidak mengherankan jika setiap bulan Ramadhan dan saat hari raya Idul fitri banyak pengunjung mengambil airnya untuk dijadikan obat  dan konon telah terbukti dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit.bahkan ada sebagian masyarakat yang percaya bahwa bagi perempuan yang susah jodohnya maka barang siapa perempuan yang mandi aer sumur itu akan enteng jodoh. Namun karena kehwawatiran para ulama di Belawa akan terjadinya kemusyrikan serta penyimpangan aqidah sehingga sumur itu terpaksa di tutup.Wallahu A'lam Bissawab

Sebelum ramadhan ada pelaksanaan shalat nishfu sya’ban


Penjelasan Kyai Anwar Sadat Tentang Sampajang Seratu’
Anregurutta Haji Abdul Malik Muhammad

Penjelasan Kyai Anwar Sadat Tentang Sampajang Seratu’

 Peringatan malam nisfu sya’ban dihelat khusus, Kyai Anwar Sadat dan masyarakat Belawa Wajo dengan menggelar Muhasabah dan sampajang saratu’, di bilangan Lacukkang Makassar, Jumat dini hari, (12/05/2017).
Selain di Makassar, Acara Ihya Ilahiyah Lailatul Nisfu Sya’ban ini, telah menjadi rangkaian acara rutin di Masjid Darussalam Mange, Kecamatan Belawa, Wajo. Begitupula di Malangke Luwu Utara, Masjid Tua di Kabupaten Bone serta sebaran pengamal tharekat.
Seperti apa itu sampajang saratu’. Berikut Penjelasan KH Anwar Sadat yang juga tertuang dalam buku biografi Anregurutta Haji (AGH) Abdul Malik Muhammad, pengabdian tanpa batas yang ditulis Saprillah,
Jejak sufisme terlihat pada praktik ritual (alm) AGH Abd Malik, yaitu shalat 100 rakaat setiap pertengahan malam Nisfu sya’ban. Ritual ini sudah dilakukan oleh Anregurutta sejak usia muda, Salat sunnat ini semula adalah salat dilakukan sendiri oleh Anregurutta. Namun atas desakan komunitas pakkamisi salat ini akhirnya dilakukan secara bersama-sama.
Salat sunat 100 rakaat atau lebih dikenal dengan sempajang seratu’ telah menjadi rutinitas tahunan bagi sebagian besar masyarakat Belawa. Ritual ini tidak lagi semata berfungsi sebagai ritual belaka tetapi juga telah menjadi media penguatan silaturrahim antar masyarakat Belawa.
Masyarakat Belawa yang tinggal di luar Belawa biasanya menyempatkan diri datang ke Belawa untuk melaksanakan sempajang seratu ini. Semacam tradisi mudik khas masyarakat Belawa. Sembilan tahun belakangan masyarakat Belawa yang tinggal di Makassar melaksanakan sempajang seratu’ di rumah pribadi KH Anwar Sadat.
Artinya, ritual ini tidak hanya dilaksanakan ketika Anregurutta masih hidup tetapi telah menjadi bagian dari ritual masyarakat Belawa. Ritual ini sepertinya telah beralih menjadi identitas masyarakat Belawa. Kalau ada orang yang melakukan sempajang seratu bisa dipastikan itu orang Belawa atau punya jaringan geneologis dengan orang Belawa, baik melalui jalur kekerabatan atau jalur pengetahuan, misalnya mantan murid (alm) AGH Abd Malik.
Salah satu contohnya adalah komunitas masyarakat Islam di Kampung Belawa Baru, di Kecamatan Malangke, KabuLuwu Utara (sekitar 250 km dari Belawa Wajo). Sebagian penduduk kampung ini berasal dari Belawa (Wajo) yang datang sejak tahun 1970an. Karena itulah dinamai kampung Belawa.
Darimana Anregurutta menerima pengetahuan dan kemudian mempraktekkan ritual sampajang seratu’?
Dalam kitab klasik dunia Islam, ada dua buku dan satu literatur yang membahas soal ini yaitu kitab Ihya Ulumuddin karya Imam Al-Gazali. Di dalam kitab ini memang berisi penjelasan tentang keutamaan malam nisfu Sya’ban termasuk salat (Ihya llailah) di dalamnya.
Kitab Ihya Ulumuddin adalah kitab populer di kalangan umat Islam. Semua ulama dan santri di Nusantara mengetahui dan pernah membaca buku ini.
Kitab lainnya yang agak langka adalah kitab Al-Ghuniyah Lithalibi Thariqi al-Haq karya Syekh Abdul Qadir Jaelani Dalam kitab ini disebutkan secara jelas bahwa salat yang dilakukan oleh para salafussaleh pada saat malam nisfu sya’ban adalah salat sunnat seratus (100 rakaat dengan seribu (1000 kali membaca surat Al-Ikhlas. Setiap rakaat seusai membaca Al-Fatihah diteruskan dengan membaca surat Al-khlas sepuluh kali, shalat ini disebut sebagai shalat khair atau salat kebaikan.
Kuat dugaan kalau Anregurutta berdasar pada kitab Abdul Qadir Jaelani dalam melakukan ritual dengan dua alasan. Pertama, Anregurutta memiliki ketertarikan tersendiri dengan dunia sufisme. Kedua, kitab ini lebih rinci menjelaskan tentang salat sunnat 100 rakaat.
Terima Kasih Anda sudah membaca http://ogibicara.blogspot.co.id Negeriku Indonesia { Belawa} : Sejarah, Ikon dan kebersahajaan di daerah pinggiran danau Tempe