Annisa,Ditengah-umpatan-umpatan-manusia-gadis-itu-bekerja-sebagai-pengamen
Annisa,Ditengah-umpatan-umpatan-manusia-gadis-itu-bekerja-sebagai-pengamen |
Awan hitam berjalan di tengah langit biru. Langit biru nan indah
berubah menjadi hitam gelap. Suasana yang awalnya hangat berubah menjadi
dingin, suram dan mengerikan. Seorang gadis berlari tertatih-tatih, ia
membawa sebuah kantong kresek berwarna hitam. Entah berapa kilometer ia
berlari tanpa lelah.
“Kak? bawa makanan kan?” Seorang gadis kecil menanyakan kepada kakak
perempuannya dengan pernuh harapan, yang baru saja tiba di rumah mereka.
Tidak, itu tidak pantas jika disebut sebuah rumah. Rumah itu beralaskan
dari beberapa karton dan atapnya dari sebuah plastik lebar yang biasa
orang-orang gunakan untuk sebuah penutup dagangan kaki lima.
“Kakkk aku lapar” suara laki-laki kecil meringis kepada gadis itu.
Lalu seorang gadis yang mereka panggil sedari tadi itu menyerahkan
sebuah kantong kresek hitam yang sedari tadi ia bawa, wajah kedua
adiknya seketika berubah menjadi sumringah. Senyum kecil tergambarkan di
wajah kecil mereka. Sang kakak begitu bahagia melihat senyuman mereka.
“Kakak, ayo makann sama-sama”. Ujar kedua adiknya. “Kalian saja yang
makan” lalu gadis itu tersenyum kepada kedua adiknya. Bertemankan angin
dingin dan air-air kecil mengalir dari langit, ia pegangi perutnya
dengan sangat kencang, menahan perutnya yang kosong.
“Ambilkan bulan bu.. Ambilkan bulan bu..”Ditengah umpatan-umpatan manusiaLalu gadis itu menerima
selembar ribuan. Dan mengucapkan terimakasih. Iya, gadis itu bekerja
sebagai pengamen. Terkadang, jika musim hujan seperti ini ia menjadi
ojek payung. yang merasa bahwa hujan
adalah sebuah bencana. Karena, membuat beberapa tempat menjadi banjir.
Seorang gadis itu malah sangat bersyukur ditengah hujan itu. Baginya,
apapun cuaca yang Tuhan berikan pasti ada sebuah hikmahnya. Teruntuk
dirinya, dengan hadirnya hujan ia bisa mendapatkan uang lebih untuk
membuat kedua adiknya tak kelaparan.
Disuatu siang hari yang terang-bederang, dengan berhias matahari.
Burung-burung bertebangan dengan indahnya. Seorang gadis dengan kedua
adiknya membawa beberapa bunga ke sebuah pusara. Lalu, mereka
membersihkan pusara tersebut. Tak ada kata lelah di mata mereka, setelah
membersihkan pusara itu. Ia letakkan beberapa bunga mawar merah yang
sedari tadi mereka bawa ke kedua pusara. Mereka panjatkan sebuah doa di
bibir mungil mereka. “Ayah, ibu jangan khawatir disana yaa, annisa pasti
akan merawat adik-adik. Dan annisa akan menyekolahkan adik-adik,
seperti apa yang dipesankan ayah dan ibu dahulu.” Ucap gadis itu dengan
mata berkaca-kaca dan sebuah senyuman manis terukir di wajahnya.
Angin berhembus lembut menyentuh kulit mereka, dedaunan kering
berterbangan sebagai saksi kerasnya kehidupan seorang gadis demi
adik-adik kecilnya.